Mengungkap Dunia Esek-Esek Lokalisasi Sarkem
Nama tempat ini pastinya lazim didengar oleh warga Yogyakarta. Dari tukang becak sampai Akademisi macam mahasiswa mengenal Sarkem. Sarkem merupakan lokalisasi terbesar di Jogja yang menampilkan dunia esek-esek dan lika-liku kehidupan lebih dari 100 wanita pemuas nafsu para pria hidung belang.
Tempat parkir stasiun Tugu akan selalu ramai 24 jam penuh. Kebanyakan orang awam pasti akan mengira kalau orang-orang yang parkir kendaraan di sana sepenuhnya bertujuan untuk datang ke stasiun. Padahal, tidak semuanya orang-orang yang parkir kendaraan tersebut tujuannya untuk ke stasiun.
Setelah matahari mulai gelap sampai dini hari, banyak orang yang mulai berdatangan parkir kendaraan di stasiun Tugu. Tujuannya adalah untuk mengunjungi lokalisasi sarkem. Menurut salah satu tukang becak yang mangkal di samping Stasiun Tugu, orang-orang yang parkir di situ pada malam hari, lebih banyak yang bertujuan untuk mengunjungi Sarkem daripada ke stasiunnya. Dari tempat parkir itu, pengunjung tinggal menyeberang jalan di depannya, bayar retribusi seiklasnya, dan langsung bisa memilih wanita mana yang akan diajak tidur.
Setelah memasuki lokalisasi, pengunjung langsung disuguhi wanita-wanita seksi plus rok mini. Lokalisasi Sarkem mengharuskan pengunjungnya memilih para PSK dengan jalan kaki menyusuri gang – gang kecil, tidak bisa menggunakan motor apalagi mobil. Bentuk dari lokalisasi ini memang mirip perkampungan padat penduduk. Selain itu, Warung-warung kecil di pinggir gang yang menyediakan makanan hingga minuman keras, banyak tersedia di sudut-sudut gang dan langsung dilayani oleh pegawainya yang tidak lain adalah PSK. Warung-warung seperti ini memang salah satu tempat transaksi para pria hidung belang dengan PSK.
Di lokalisasi ini, pengunjung juga bisa menemukan rumah ketua RT, sekolahan, bahkan Masjid. Lalu untuk apa fasilitas-fasilitas tersebut? Tidak semuanya penghuni sarkem adalah orang-orang yang bekerja di bisnis esek-esek. Penghuni-penghuni tersebut adalah masyarakat biasa yang membutuhkan sarana-sarana umum seperti Masjid dan sebagainya. Mereka sudah sejak turun temurun tinggal di daearah tersebut. Anehnya tidak ada masalah dengan perbedaan profesi yang mencolok itu. Toh mereka juga bisa mendapat keuntungan dengan membuka warung untuk jualan rokok dan sebagainya di tempat yang selalu ramai tiap malamnya. Biasanya untuk mencegah agar pengunjung Sarkem tidak salah masuk ke tempat penduduk biasa, mereka menuliskan ‘Rumah tangga’ di depan pintu sebagai pertanda kalau rumah tersebut bukan tempat mangkal para PSK
Tempat ini selalu buka tiap hari dari sore hingga pagi buta. Sarkem hanya tutup saat bulan puasa saja. Saat saya mengunjungi tempat ini beberapa waktu lalu sebelum lebaran, saya menanyakan kepada salah satu PSK di situ apakah tempat ini akan tutup selama bulan puasa? Jawabannya adalah tempat ini hanya akan tutup selama tiga hari pertama bulan puasa saja sebagai bentuk menghargai bulan suci. Setelah itu akan buka lagi seperti biasa. Mereka selalu bayar pajak dengan keamanan disana, lagipula lokalisasi ini sangat jarang terkena razia. Beberapa orang di sana mengatakan kalau lokalisasi ini legal. Maka, Sarkem selalu aman-aman saja walaupun di bulan puasa sekalipun.
Tarif dari para PSK di sarkem seperti lazimnya, tergantung penampilan fisik. Dari yang paling jelek sampai yang paling cantik berkisar antara 50ribu sampai 100ribu rupiah sekali main. Yang paling banyak dijumpai dan paling sering ‘dipakai’ tamu adalah PSK dengan harga 70ribu sekali main dengan tampang yang lumayan. Dengan uang yang dikeluarkan tersebut pengunjung bisa langsung ngamar di lokalisasi tersebut. Tidak perlu cari hotel untuk ngamar di sini. Sarkem sudah menyediakan kamar – kamar gratis untuk tempat melampiaskan nafsu pengunjung. Memang lokalisasi ini adalah lokalisasi kelas bawah. Tetapi inilah yang membuat Sarkem selalu ramai dikunjungi karena harga yang terjangkau bahkan untuk sekelas kantong tukang becak sekalipun.
Para penghuni lokalisasi ini kebanyakan berasal dari berbagai daerah di pulau Jawa namun ada juga yang berasal dari luar Jawa seperti Kalimantan dan Sumatera walaupun jumlahnya sedikit. Menurut keterangan yang didapat dari salah satu ‘mami’ di sana, pemasok PSK yang paling banyak berasal dari daerah-daerah di Jawa tengah dan Jawa Barat. Ada semacam kerjasama antar ‘mami’ dalam bisnis esek-esek ini sehingga pasokan PSK bisa berjalan antar daerah di berbagai wilayah. Yang paling digemari biasanya wanita-wanita dari daerah Jawa Barat seperti Tasikmalaya dan Sumedang. PSK dari daerah itu terkenal cantik-cantik, kulit putih dan lihai bermain di ranjang.
Ani, begitu nama samaran salah satu penghuni lokalisasi yang berasal dari Tasikmalaya, mengaku bisa melayani 4-5 pengunjung dalam satu malam. Paling ramai biasanya pas malam minggu. Wanita yang masih berusia 24 tahun, seksi dan berparas cantik ini mematok harga 100 ribu rupiah sekali main. Tetapi jika tamu yang menawarnya itu bule, Ani tak segan-segan mematok harga setengah juta. Dia mengaku langganannya bervariasi dari tukang becak, pegawai negeri, mahasiswa, bahkan polisi. Yang sering datang adalah pengunjung mahasiswa. Mereka biasanya ngajakin ngobrol dulu, lalu minum bir bareng dan akhirnya ngamar. Ani mengaku harus ramah sama semua tamu. Dalam hal persaingan antar PSK untuk menggaet tamu, Ani mengaku punya gaya-gaya yahut yang bikin tamunya klepek-klepek seperti doggy style, 69, bahkan dia berani melakukan oral seks demi kepuasan pelanggan. Dengan servisnya, biasanya tamu akan cepat mengalami orgasme. “Paling-paling 15 menit pelangganku yang nggak mabok alkohol bisa tahan sama goyanganku” sela Ani. Dengan begitu dia bisa kejar target untuk mangkal lagi cari tamu lainnya. Tapi memang agak lama buat pelanggan mahasiswa dari timur atau tamu yang mabuk terlalu berat. Mereka susah orgasme. Jika terjadi demikian, capek juga nglayaninya. Dalam sehari, Ani bisa menghasilkan uang sampai 500 ribu rupiah. Dari uang tersebut ia hanya mendapat 20% karena dipotong untuk ‘mami’nya sebesar 60% dan pajak keamanan 20%. Diluar itu Ani bisa mendapat penghasilan dari tips tamu dan bebas biaya pajak dari ‘maminya’ ataupun dari pihak keamanan.. Saat ditanya alasan dia jadi PSK, dia hanya menjawab kalau hidup sekarang serba susah. Belum lagi untuk membiayai keluarga di kampung. Dengan berprofesi seperti ini, Ani bisa mengirim uang di kampung. Selama ini dia mengaku bekerja di Jogja sebagai pekerja kantoran. Setidaknya pengakuan Ani ini mewakili banyak suara dari para PSK di Sarkem.
Di sisi lain, dari segi kesehatan, ternyata Sarkem punya agenda kegiatan rutin untuk sensus PSK sekaligus cek kesehatan. Agenda itu dilaksanakan setiap tiga hari sekali. Menurut salah satu PSK yang mengaku bernama Sisca, agenda ini diorganisir oleh pihak keamanan setempat dan sifatnya wajib diikuti para PSK selama mereka mencari nafkah di Sarkem. Dengan cara itu, akan diketahui apakah ada yang terjangkit AIDS, penyakit kelamin, atau sakit biasa seperti flu dan sebagainya. Bagi para PSK yang terkena AIDS, maka wajib keluar dari lokalisasi Sarkem, sedangkan untuk penyakit-penyakit ringan seperti penyakit kelamin atau sakit flu hanya disuruh untuk istirahat sampai mereka sembuh. Dengan begitu, orang-orang yang berkunjung ke Sarkem tidak perlu kawatir akan bahaya AIDS sekalipun.
Dunia esek-esek Sarkem memang menggiurkan para penggila seks di kota Yogyakarta. Kota yang dikenal sebagai kota pendidikan ini punya sisi lain yang menyimpan kenikmatan seks luar biasa. Sarkem adalah contohnya. Kalau sudah seperti ini, sikap apa yang perlu berbagai pihak perbuat terhadap Sarkem? Di satu sisi, itu adalah lahan mereka untuk mencari nafkah, tetapi di sisi lain, melanggar norma-norma agama yang ada.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar