Menurut penelitian yang dilakukan Prof Rosa Suner dari Girona University di Spanyol tersebut, tidak semua perokok yang kena stroke mengalami efek semacam itu. Efek ini hanya muncul jika stroke terjadi di bagian insular cortex, yakni bagian otak yang mengatur emosi.
Hal ini dibuktikan saat Prof Suner mengamati 110 pasien di Josep Trueta Hospital yang memiliki riwayat sebagai perokok saat terkena stroke. Bersama timnya, Prof Suner mengamati para pasien sejak dirawat hingga 1 tahun setelah keluar dari rumah sakit.
Pada saat para pasien meninggalkan rumah sakit, para peneliti mencatat ada 76 pasien yang memutuskan untuk berhenti merokok. Namun di akhir penelitian atau sekitar 1 tahun kemudian, hanya 44 yang berhasil mempertahankan status bebas rokoknya.
Prof Suner menemukan perbedaan pola serangan stroke pada pasien yang sukses berhenti merokok, jika dibandingkan dengan yang gagal. Menurutnya, peluang untuk sukses berhenti merokok 2 kali lebih besar jika stroke yang diderita terjadi di bagian insular cortex.
Selain lokasi stroke, motivasi awal para pasien juga menentukan keberhasilan upaya berhenti merokok. Pasien yang sudah merencanakan berhenti merokok sejak belum kena stroke punya peluang 2 kali lebih besar untuk berhasil dibandingkan yang baru punya rencana setelah stroke.
"Kami menyimpulkan, faktor biologis dan psikologis dapat mempengaruhi status merokok seseorang setelah terkena stroke," ungkap Prof Suner dalam laporannya yang dipublikasikan baru-baru ini di jurnal Stroke, seperti dikutip dari Healthday, Jumat (4/11/2011).
Hasil penelitian ini tentunya tidak menyarankan para perokok untuk kena stroke terlebih dahulu hanya untuk meningkatkan keberhasilan niat berhenti merokok. Jika masih ada pilihan untuk berhenti merokok sekarang, buat apa harus menunggu kena stroke dulu?
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar